BARABAI – News FHH,
Kematian tragis jurnalis muda Juwita menyisakan duka dan kemarahan yang mendalam di kalangan insan pers. Ditemukan tak bernyawa di tepi Jalan Trans Gunung Kupang, Banjarbaru, pada Sabtu sore, 22 Maret 2025.
Kasus ini sempat memunculkan dugaan kecelakaan hingga tindak kriminal jalanan. Namun, penyelidikan intensif aparat hukum membalik semua dugaan itu: Juwita ternyata menjadi korban pembunuhan berencana.
Pelaku yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka adalah seorang oknum anggota TNI AL berinisial J, yang kemudian diketahui bernama Jumran.
Dalam konferensi pers yang digelar oleh pihak Lanal Banjarmasin pada Selasa (8/4), Kepala Denpom Lanal Banjarmasin, Mayor Laut Sajo Wardoyo, mengungkapkan bahwa motif pelaku adalah karena enggan bertanggung jawab untuk menikahi korban.
“Pelaku menghilangkan nyawa korban karena tidak mau bertanggung jawab menikahinya. Aksi ini dilakukan secara terencana dan sistematis,” ungkapnya.
Menurut hasil penyelidikan, Jumran datang dari Balikpapan ke Banjarmasin pada 21 Maret 2025, menyewa kendaraan, membeli sarung tangan dan masker sebagai perlengkapan penyamaran, lalu menjemput korban dan menghabisinya di dalam mobil sebelum membuang jasadnya di lokasi kejadian.
Rekonstruksi menunjukkan terdapat 33 adegan, 46 barang bukti, serta pemeriksaan terhadap 11 saksi.
Muhammad Athaillah, jurnalis Newsway.co.id yang juga rekan kerja Juwita, menyampaikan pernyataan keras sebagai bentuk solidaritas dan tuntutan atas kasus ini.
“Kami menuntut keadilan setegak-tegaknya. Kami meminta hukuman seberat-beratnya, bahkan jika perlu hukuman mati bagi pelaku!” ujarnya, Saat di Wawancarai News Faktahukumdanham pada Jumat ( 11/April / 2025 ).
“Jangan sampai kasus ini didiamkan. Kami menuntut transparansi, kami menuntut pengadilan yang adil dan terbuka,” tambahnya.
Ia menambahkan, pihak berwenang wajib membuktikan kepada publik bahwa hukum berlaku setara, tak peduli status pelaku sebagai aparat negara.
“Kami tidak ingin ada impunitas. Tidak boleh ada perlindungan bagi pelaku hanya karena berseragam. Ini soal kemanusiaan dan keadilan,” tegas Athaillah. ( Hendra )